Menyoal Kata Tumben Yang Meyebalkan Dan Motivatif

“kok pagi banget datangnya, tumben banget!”

“tumben lho hari ini pakai baju rapi”

“tumben-tumbenan ya Dia baik”

Pernah merasakan dan mendengar kalimat diatas? Ya, itu merupakan contoh kalimat yang didalamnya menggunakan kata tumben. Dan saya rasa tidak sedikit orang telah dilontarkan atau melontarkan kalimat yang menggunakan kata tersebut.

Ya memang kita akui bersama bahwa kata tumben merupakan kata yang paling banyak digemari oleh tidak sedikit orang yang masih berpijak diatas bumi jika menyaksikan seseorang lainnya baik yang  ber-ucap, ber-perilaku, maupun ber-penampilan terbarukan atau berbeda dalam dirinya.

Atas dasar itulah seseorang mengucapkan kata tersebut—tumben—kepada seseorang lainnya. Banyak motif atau latar belakang seseorang mengucapkan tumben. Ada yang hanya gurauan belaka ketika melihat kawan berucap, berperilaku atau berpenampilan yang berubah dan ada pula yang memang benci dan iri melihat kawan lainnya berubah dan berbeda dari yang biasanya.

Kalau ada orang yang bilang enggan mendengar kata tumben, ya ,saya akan mengacungkan jari dan pastinya akan masuk ke dalam bagian orang-orang tersebut. tapi kenapa anehnya kita seolah merasa lumrah dan santai ketika melontarkan nya kepada kawan-kawan disekitar kita.

Ya begitulah kenyataan hidup, tidak terlepas dari menilai dan penilaian seolah memang melekat kuat dalam setiap individu di masyarakat.

Balik lagi, coba sebentar bayangkan jika ada kawan atau orang disekitar kita bilang tumben kepada kita maka seolah ada kekuatan magis yang luar biasa kita rasakan dalam diri ini, kemudian berpikir sejenak dan bingung untuk bertindak apa lagi.

Apa itu Tumben?

Ya, tumben adalah bahasa Indonesia yang dilahirkan untuk diucapkan itu awalnya dari Ibu Kota. Tapi seiring berjalan waktu dan efek dari arus globalisasi, tumben sekarang banyak digaungkan di sudut-sudut perumahan Indonesia yang asri dan permai ini.

Dan menurut kamus andalan kita bersama—KBBI—dan biasanya dijadikan rujukan untuk mencari tahu kata-kata yang biasanya dipakai seorang cendekiawan, tumben itu artinya sama dengan mula-mula sekali, ganjil benar kali ini atau menyalahi dugaan.

Maka tak mengenal ruang dan waktu untuk mengucapkannya dan tak ada pula yang berani menghapusnya dari kamus andalan kita. Jika memang dihilangkan, berarti kata tumben sudah terlalu kelewatan. Hahaha.

Tumben: Kata Yang Membuat Seseorang Dilematis

Kalau dalam lagunya Iksan Skuter yang bertajuk Bingung, memang sepertinya menjadi manusia adalah masalah buat manusia lainnya. Begini sedikit kutipannya; Muka klimis katanya necis, jenggotan dikatai teroris, berserban dibilang kearab-araban, bercelana levis dibully kebarat-baratan.

Jika kita kaitan kan dengan asumsi kata tumben yang sering ada dimasyarakat kira-kira seperti ini; giliran begini salah dan giliran sudah begitu dibilang tumben.

Hasilnya terbit rasa dilematis dan ragu untuk melangkah. Dan kemudian kita menuruti semua apa-apa yang diinginkan orang lain dan terkadang juga hilang rasa untuk melanjutkan perjuangan. Intinya serba salah. Bukan begitu?

Tapi, beda lagi kalau kita bilang tumben kepada orang yang mau beranjak kepada hal yang buruk, kata tumben lah yang menjadi senapan pertama untuk membimbangkan dan menggagalkan upaya orang tersebut.

Mewajari Kata Tumben

Dalam sisi psikologis, tumben memang membawa pengaruh besar terhadap gaya dan tingkah laku seseorang.

Tapi bukannya ada yang bilang kepada saya, anda, aku, kamu, kita dan kalian bahwa didalam samudera kehidupan, ihwal apapun selalu ada yang pertama dalam segala. Toh itu gaya berpakaian, pacaran, model rambut, dan lain sebagainya.

Semua hal yang pertama dalam hidup itu memang layak dapat hambatan, ya salah satunya dapat kata tumben dari seseorang, supaya kita tahu bahwa hidup memang banyak tikungan, putar balik atau bahkan verboden.

Maka sekarang wajar dan terima saja kalau kawan-kawan disekitar kita bilang tumben, baik yang memang gurauan belaka atau yang benci dan iri.

Terakhir, jika saya, anda, aku, kamu, kita dan kalian bahagia dengan apa yang dikerjakan, teruskan!, jika senang dengan apa yang dipikirkan, lanjutkan! Karena Kamu lah tuan bagi dirimu sendiri.

Maaf, terakhir lagi, intinya jangan merasa ternganggu dengan kata tumben dan khawatirnya jika banyak orang yang tidak suka dengannya, nanti tumben itu akan hilang dan lenyap dari kamus andalan bersama. 

Komentar

Posting Komentar